Follower

Kamis, 19 November 2020

Hukum Pemda

 

UTS : Hukum Pemda

1.       Dinamika Perubahan UU Pemda

Sejak reformasi sampai saat ini, sudah beberapa kali terjadi perubahan UU Pemerintah Daerah. UU Pemerintahan Daerah yang pertama kali pasca reformasi adalah UU 22 Tahun 1999 sebagai pengganti UU nomor 5 Tahun 1974, kemudian diganti menjadi UU Nomor 32 tahun 2004, UU ini dilakukan perubahan menyangkut pelaksanaan pemilihan kepala daerah tetapi substansi kebijakan pengelolaan pemerintah daerah tidak mengalami perubahan. Terakhir adalah UU 23 tahun 2014 yang kemudian dilakukan perubahan dalam perpu No 2 Tahun 2014. Perpu tersebut hanya membatalkan 2 pasal yakni pasal yang mengatur pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Berbagai dinamika dalam  perubahan kebijakan pemerintahan daerah tersebut mulai dari arah sentralisitik sampai desentralistik. Sebagai negara kesatuan Indonesia  tentu menerapkan pembagian urusan pusat dan daerah dengan tetap mengacu pada pola desentralisasi, dekonsentrasi dan medebewind.   Perubahan kebijakan hubungan pusat dan daerah di Indonesia pada dasarnya mengacu pada ultra vires doctrine  (merinci satu persatu urusan pemerintahan yang diberikan kepada daerah) dan risidual power atau open end arrengement (konsep kekuasaan asli atau kekuasaan sisa)[1]. Ultra vires doctrine lebih terasa pada pola sentralisitik sementara residual power lebih mengarah ke desentralistik. Bahkan ada menganggap bahwa residual power sebenarnya merupakan pola hubungan pemerinta pusat dan daerah yang biasa diterapkan dalam konsep negara federal. Sementara dalam negara kesatuan kekuasaan sisa idealnya berada ditangan pusat.

2.      Syarat Umum Pembentukan Pemda

Untuk Pemekaran Daerah: Pemekaran Daerah dilakukan melalui tahapan Daerah Persiapan provinsi atau Daerah Persiapan kabupaten/kota, setelah memenuhi persyaratan dasar (baik kewilayahan dan kapasitas daerah) dan persyaratan administratif;. Syarat Dasar pembentukan Daerah Persiapan adalah: Usulan dari Gubernur kepada Pemerintah Pusat, DPR RI, atau DPD RI setelah   memenuhi persyaratan dasar kewilayahan dan persyaratan administratif; Pertimbangan Kepentingan Strategis Nasional. Jangka waktu Daerah Persiapan selama 3 tahun untuk Daerah Persiapan yang  dibentuk berdasarkan usulan Daerah dan maksimal 5 tahun untuk Daerah Persiapan yang dibentuk dengan pertimbangan Kepentingan Strategis Nasional.

Persyaratan Persyaratan Dasar Kewilayahan dan Persyaratan Administrasi usulan pembentukan Daerah Persiapan dinilai oleh Pemerintah Pusat.

Parameter persyaratan administrasi:

Daerah Provinsi:

Persetujuan Bersama DPRD Kab/Kota dengan Bupato/Walikota

Persetujuan Bersama DPRD Provinsi Induk dengan Gubernur Daerah Provinsi Induk

Daerah Kabupaten/Kota:

Keputusan Musyawarah Desa

Persetujuan Bersama DPRD Kab/Kota dengan Bupato/Walikota

Persetujuan Bersama DPRD Provinsi Induk dengan Gubernur Daerah Provinsi Induk

3.       Perbedaan daerah otonom dan administrasi

Daerah Otonom

Dengan desentralisasi teritorial terhadap satuan politik yang ada di daerah maka terjadilah daerah otonom. Derah disebut daerah otonom karena setelah dilakukan desentralisasi oleh pemerintah pusat berhak mengurusi dan mengatur kepentingannya sendiri berdasarkan aspirasi dan kepentingan masyarakatnya. Untuk mengawal kepentingan tersebut daerah memiliki DPRD yang dipilih melalui mekanisme pemilu. DPRD bersama Kepala Daerah membuat kebijakan daerah dan melaksanakannya sesuai dengan aspirasi dan kehendak masyarakat setempat.

Daerah Administratif

Di Indonesia daerah administrasi disebut atau diberi nama teknis wilayah adminsitrasi. Wilayah administrasi gampang menyebutnya adalah wilayah kerja atau wilayah pelayanan pejabat pusat yang ditempatkan di daerah. Pada wilayah administrasi, pemerintah pusat tidak memberikan desentralisasi melainkan dekonsentrasi.  Jika demikian, pejabatnya juga tidak dipilih oleh rakyat, melainkan diangkat oleh pemerintah pusat/pemerintah daerah. Contoh wilayah administrasi adalah Kabupaten/Kota di DKI Jakarta yang ditunjuk atau diangkat oleh Gubernur DKI. Pejabat eselon II vertikal di wilayah provinsi (Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama, misalnya) yang ditunjuk/diangkat oleh Menteri Agama.

 

4.      Asas Otonomi adalah Asas otonomi daerah – Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. ... Hal-hal terkait pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia telah diatur dalam landasan hukum seperti UUD 1945, ketetapan MPR RI, dan peraturan perundang-undangan lainnya

sedangkan asas Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat atau dari Pemerintah Daerah provinsi kepada Daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah provinsi.

 

 

Kamis, 12 November 2020

Kriminologi

 

1.       Mengapa lahir ilmu kriminologi, sedangkan ilmu hukum pidana sudah ada sebelumnya?

Pengetahuan telah memberikan kontribusi yang besar terhadap lahirnya kriminologi, Kelahiran criminology didorong oleh aliran positivisme. Tapi elemen-elemen criminology telah dikenalkan oleh para filosof yunani kuno yaitu plato (427-347 SM ) dalam bukunya Republiec, antara lain menyatakan bahwa gold human merupakan sumber crimen merupakan sumber crimen. Aristotle (382-322 SM) menyatakan property menimbulkan crimen and rebellion. Kelahiran criminology sebagai ilmu pengetahuan,karena pidana baik materiil maupun formal serta system penghukuman sudah tidak efektif lg untuk mencegah dan membrantas kejahatan, bahkan kejahatan semakin meningkat dalam berbagai aspek kehidupan.dengan tidak efektifnya hukum pidana ,maka para ahli piker mulai mengadakan penelitian bukan pada aturan-aturan hukum yang mengenai kejahatan atau bertalian dengan pidana,tapi objeknya adalah orang yang melakukan kejahatan itu sendiri.

2.       Mengapa Ilmu Kriminologi tidak menyatu dengan Ilmu Hukum Pidana? Ilmu Kriminologi tidak menyatu dengan Ilmu Hukum Pidana disebabkan karena Ilmu Kriminologi bila ditelisik lagi mempunyai cakupan yang spesifik namun juga kriminologi bertujuan mempelajari kejahatan dari berbagai aspek, Ilmu  Kriminologi  memandang  kejahatan  sebagai  sebuah  hasil   dari  proses psikologis sehingga perlu melakukan pendekatan secara psikologis, sedang lmu Hukum Pidana mempunyai tugas untuk menjelaskan, menganalisa dan seterusnya menyusun dengan sistematis dari norma hukum Pidana dan sanksi Pidana, agar pemakaiannnya menjadi berlaku lancar. Untuk itu Ilmu Hukum Pidana tidak menyatu dengan Ilmu Kriminologi meskipun sedikit banyak juga terkait.

3.       Menurut Sutherland, salah satu bentuk kejahatan adalah proses pembuatan hukum itu

sendiri. Jelaskan! Menurut E.H. Sutherland, kriminologi adalah seperangkat pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai fenomena sosial, termasuk di dalamnya proses pembuatan undang-undang, pelanggaran undang-undang, dan reaksi terhadap pelanggaran undang-undang. para filosof Yunani kuno seperti Aristoteles dan plato sdh menjelaskan studi tentang kejahatan ini di jaman mereka, khususnya usaha untuk menjelaskan sebab-sebab kejahatan. walaupun studi tentang kejahatan (kriminologi) secara ilmiah dianggap baru lahir pada abad 19, yaitu dengan ditandai lahirnya statistik kriminal di Perancis pada tahun 1826 atau dengan diterbitkannya buku L'Uomo Delinguente tahun 1876 oleh Cesare Lombroso. Dikarenakan  kriminologi bertujuan mempelajari kejahatan dari berbagai aspek, proses pembuatan hukum mempunyai potensi bahkan sangat dimungkinkan merupakan salah satu bentuk kejahatan, apalagi hukum tersebut dibuat oleh penguasa yang otoriter, penguasa yang zalim, pembuatan hukum dapat dipastikan merupakan salah satu bentuk kejahatan.

4.       Kejahatan adalah produk dari situasi, kesempatan, dan nilai. Jelaskan pendapat tersebut!

karena kejahatan itu bisa timbul karena 3 hal itu. Situasi yang memungkinkan. Kesempatan yang mendukung. Atau niat yang sejak awal maupun yang baru muncul ketika melihat fenomena di lapangan. Para pelaku kejahatan akan melihat situasi, memetakan situasi, bila ada kesempatan pasti akan langsung di eksekusi kejahatan tersebut.

Rabu, 11 November 2020

Hukum Waris Part I

 1.    Hukum perkawinan BW menganut asas apa? Asas Monogami, Salah satu asas dari perkawinan adalah asas monogami, yang mana pria hanya boleh mempunyai seorang istri begitupun sebaliknya dalam waktu tertentuk. Asas monogami (UU Perkawinan) bersifat terbuka atau tidak mutlak lain halnya yang diatur dalam kitab UU Hukum Perdata, bahwa asas monogami bersifat mutlak.
2.    Jelaskan mengenai apa yang dimaksud kekuasaan orang tua, perwalian dan
pengampuan? Kemudian jelaskan perbedaan mendasar antara perwalian dan
pengampuan?
-Kekuasaan orang tua : Kekuasaan asli dilaksanakan oleh orang tuanya sendiri yang masih terikat perkawinan terhadap anak-anaknya yang belum dewasa.
-Perwalian mewakili anak atau orang yang belum dewasa. Sedangkan pemberian kuasa dapat mewakili siapa saja baik itu orang yang belum dewasa maupun orang dewasa.
-Pengampuan adalah keadaan dimana seseorang karena sifat-sifat pribadinya dianggap tidak sanggup untuk bertindak di dalam lalu lintas hukum.,Orang yang bertugas sebagai wakil dari orang yang berada di bawah pengampuan adalah seorang pengampu.
Perbedaan Mendasar Perwalian dan Pengampuan yaitu Perwalian mewakili anak atau orang yang belum dewasa,  Kalau pengampuan mewakili orang dewasa dalam hal ini tidak memiliki kecakapan hukum.
3.    Jelaskan 4 golongan ahli waris yg diatur dalam pasal 832 ayat 1? Bagaimana jika 4
golongan tersebut tidak ada, maka warisan akan jatuh kemana?
Ahli Waris ab intestato diatur dalam pasal 832 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa yang berhak menjadi Ahli Waris adalah :
1. Golongan pertama, keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi anak-anak beserta keturunan mereka beserta suami atau isteri yang ditinggalkan atau yang hidup paling lama.
2. Golongan kedua, meliputi orang tua dan saudara pewaris, baik laki-laki maupun perempuan, serta keturunan mereka. Bagi orang tua ada peraturan khusus yang menjamin bahwa bagian mereka tidak akan kurang dari ¼ (seperempat) bagian dari harta peninggalan, walaupun mereka mewaris bersama-sama saudara pewaris;
3. Golongan ketiga, meliputi kakek, nenek, dan leluhur selanjutnya ke atas dari pewaris;
4. Golongan keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis ke samping dan sanak keluarga lainnya sampai derajat keenam.

Bila Ke4 Golongan tersebut tidak ada maka ahli waris yang berhak adalah NEGARA.
4.    Jika P meninggalkan seorang istri (A) dan 2 orang anak (B) dan (C) maka bagaimana
pembagian harta warisan jika P memiliki harta peninggalan sejumlah 1,2 milyar?
Berapa warisan yg diperoleh A, B dan C masing-masing?
-Pembagian secara Perdata :  Keluarga Inti mendapat setengah dari harta 1,2 M = 600jt
- A mendapat ¼ * 1,2 M = 300jt
-B dan C mendapat ¼ *1,2 M = 300jt , jadi 300jt/2 = 150jt , B mendapat 150jt, C mendapapat = 150jt

5. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata ada dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu: Pertama  Sebagai ahli waris menurut Undang-undang. Yang Kedua karena ditunjuk dalam surat wasiat (testament).

Kuliah Penelitian Hukum

 

1.       1. A. Penelitian hukum Normatif adalah penelitian hukum yang tertulis dikaji dari berbagai aspek seperti aspek teori, filosofi, perbandingan, struktur/ komposisi, konsistensi, penjelasan umum dan penjelasan pada tiap pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang-undang serta bahasa yang digunakan adalah bahasa hukum.  Sehingga dapat kita simpulkan pada penelitian hukum normatif mempunyai cakupan yang luas.

B. Penelitian hukum empiris adalah suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat. Dikarenakan dalam penelitian ini meneliti orang dalam hubungan hidup di masyarakat maka metode penelitian hukum empiris dapat dikatakan sebagai penelitian hukum sosiologis. Dapat dikatakan bahwa penelitian hukum yang diambil dari fakta-fakta yang ada di dalam suatu masyarakat, badan hukum atau badan pemerintah.

2. Macam Pendekatan Masalah pada penelitian hokum normative :

1.    Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach)

Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang bersangkut paut dengan permasalahan (isu hukum) yang sedang dihadapi. Pendekatan perundang-undangan ini misalnya dilakukan dengan mempelajari konsistensi/kesesuaian antara Undang-Undang Dasar dengan Undang-Undang, atau antara Undang-Undang yang satu dengan Undang-Undang yang lain, dst.

2.    Pendekatan Kasus (Case Approach)

Pendekatan ini dilakukan dengan melakukan telaah pada kasus-kasus yang berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi. Kasus-kasus yang ditelaah merupakan kasus yang telah memperoleh putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Hal pokok yang dikaji pada setiap putusan tersebut adalah pertimbangan hakim untuk sampai pada suatu keputusan sehingga dapat digunakan sebagai argumentasi dalam memecahkan isu  hukum yang dihadapi.

3.    Pendekatan Historis (Historical Approach)

Pendekatan ini dilakukan dalam kerangka untuk memahami filosofi aturan hukum dari waktu ke waktu, serta memahami perubahan dan perkembangan filosofi yang melandasi aturan hukum tersebut. Cara pendekatan ini dilakukan dengan menelaah latar belakang dan perkembangan pengaturan mengenai isu hukum yang dihadapi.

 

 

 

4.    Pendekatan Komparatif (Comparative Approach)

Pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan peraturan hukum ataupun putusan pengadilan di suatu negara dengan peraturan hukum di negara lain (dapat 1 negara atau lebih), namun haruslah mengenai hal yang sama. Perbandingan dilakukan untuk memperoleh persamaan dan perbedaan di antara peraturan hukum/putusan pengadilan tersebut.

5.    Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)

Pendekatan ini beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Pendekatan ini menjadi penting sebab pemahaman terhadap pandangan/doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum dapat menjadi pijakan untuk membangun argumentasi hukum ketika menyelesaikan isu hukum yang dihadapi. Pandangan/doktrin akan memperjelas ide-ide dengan memberikan pengertian-pengertian hukum, konsep hukum, maupun asas hukum yang relevan dengan permasalahan

 

3. Sumber bahan hukum  dalam penelitian hukum normative.

 

    a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari : Norma atau kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasi seperti hukm adat, dan yurisprudensi.

 

    b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelaan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian atau pendapat para pakar.

 

    c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum dan ensiklopedia.

 

4. Cara menentukan judul penelitian, latar belakang masalah dan rumusan masalah :

   

 Cara menentukan judul ; bahwa harus ada topik atau masalah yang melatarbelakangi penelitian tersebut. Topik tersebut harus ditetapkan pertama kali dalam menyusun langkah-langkah penelitian. Topik atau masalah adalah hal-hal yang akan dibahasa dalam penelitian. Intinya, topik dapat berupa persoalan pokok yang memerlukan pemecahan, penjelasan, pendeskripsian, dan penegasan lebih lanjut, Judul penelitian harus sesuai bidang penelitian

             Cara menentukan latar belakang :

1.      Tidak telalu muluk-muluk sehingga jauh dari konteks permasalahannya.

2.      Berorientasi pada profesi, fungsi, bidang studi, dan jurusan si penyusun usulan penelitian.

3.      Beroientasi pada maksud dan konteks penelitian yang akan dilakukan.

4.      Disusun dan disajikan secara sistematis, ringkas, dan terarah pada suatu permasalahan yang akan diteliti.

 

Menentukan rumusan masalah

bahwa perumusan masalah penelitian berisi uraian yang merupakan abstraksi dari latar belakang masalah penelitian dan rumusan masalah dalam bentuk kalimat pertanyaan yang tegas dan jelas. Perumusan masalah penelitian memuat penjelasan mengenai alasan-alasan masalah yang dikemukakan dalam usulan penelitian dipandang menarik, penting, dan perlu diteliti. Kecuali itu, juga diuraikan kedudukan masalah yang akan diteliti dalam lingkup permasalahan yang lebih luas yang disarikan dari uraian dalam latar belakang masalah penelitian. ciri-ciri rumusan masalah yang baik adalah: Ringkas, jelas, dan sederhana.Memungkinkan untuk dijawab dan diuji secara imiah.Dalam bentuk kalimat pertanyaan.Menjelaskan hubungan antara dua variabel atau lebih.